Selasa, 02 April 2013

Semantik Bahasa Indonesia

HOMONIMI, HOMOFONI DAN HOMOGRAFI

            Aminuddin (1985:124) menjelaskan bahwa homonimi adalah beberapa kata yang memiliki bentuk ujaran yang sama tetapi memilki makna berbeda-beda. Selain homonimi juga terdapat hubungan kata yang di istilahkan dengan homofoni dan homografi. Homofoni adalah dua kata yang memiliki makna dan bentuk penulisan berbeda, tetapi bunyi ujarannya sama. Contoh homofoni adalah kata sah dan syah, sarat dan syarat. Homografi adalah hubungan antara kata-kata yang memiliki perbedaan makna, tetapi cara penulisannya sama. Contoh homograf adalah tahu ‘makanan’ dengan tahu ‘paham’.
 
           Kridalaksana (2008:85) dalam kamus linguistik menjelaskan tentang homonimi, homofoni, dan homografi sebagai berikut:

a.  Homonimi (homonymy)

           Homonimi adalah hubungan antara kata yang ditulis dan/atau dilafalkan dengan cara yang sama dengan kata lain, tetapi yang tidak memiliki hubungan makna. Misalnya : keranjang ‘sebuah alat’ dengan ke ranjang  ‘menuju tempat tidur’.

b.  Homofoni (homophony)

          Homofoni adalah hubungan antara kata-kata yang berbeda maknanya tetapi sama lafalnya. Misalnya : antara tang ‘penjepit’ dan tank ‘ kendaraan berat; tangki’.

c.  Homografi (homography)

          Homografi adalah hubungan antara kata-kata yang berbeda tetapi sama tulisannya. Misalnya : tahu ‘makanan’ dengan tahu ‘paham’.

          Pateda (1996:211) menjelaskan bahwa homonimi adalah nama sama untuk benda yang berlainan. Di samping istilah hominimi, adapula istilah homograf dan homofon. Homograf berhubungan dengan ejaan, maksud nya ejaan sama tetapi maknanya berbeda. Homofon berhubungan dengan bunyi bahasa, maksudnya lafalnya sama tetapi maknanya berbeda.
           
         Verhaar (1992:135) menjelaskan bahwa istilah homonimi berasal dari kata yunani kuno onoma ‘ nama’ dan homos ‘sama’. Arti harfiahnya ‘nama sama untuk benda lain’. Selanjutnya Verhaar membagi homonim atas beberapa jenis, yakni:


  1. Homonimi yang terjadi antarkalimat. Misalnya, “istri kolonel yang nakal itu cantik” (dengan parafrasa yang menjelaskan bahwa yang nakal itu kolonel), dan “istri kolonel yang nakal itu cantik” (dengan parafrasa bahwa yang nakal itu istri kolonel tadi).
  2. Homonimi yang terjadi antara frasa. Misalnya, “orang tua yang bermakna ayah dan ibu, dan orang tua yang bermakna orang yang sudah tua”.
  3. Homonimi yang terdapat pada antarkata. Misalnya, kata “barang yang bermakna benda yang diperdagangkan, dan barang yang sejumlah atau sebanyak”.
  4. Homonimi yang terdapat antarmorfem. Misalnya, bukunya (parafrasanya buku orang itu) dan bukunya (parafrasanya buku tertentu itu).
             Parera (2004:81) menjelaskan bahwa homonimi ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya atau sama ejaan atau tulisannya. Dengan demikian, bentuk homonimi dapat dibedakan berdasarkan lafalnya dan berdasarkan tulisannya. Dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya, tetapi berlainan tulisannya disebut homofon. Dua bentuk bahasa yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya disebut homograf.

           Faizah (2010:73) menjelaskan bahwa  homonimi yaitu relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama tetapi maknanya berbeda. Keraf (1969:129) menjelaskan bahwa homonim yaitu kata-kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi artinya berbeda. Alwasilah (1983:150) menjelaskan bahwa homonimi adalah beberapa kata yang diucapkan persis sama tapi artinya berbeda. Sartuni (1987:40) menjelaskan bahwa homonim ialah bentuk dan ucapannya sama sedangkan maknanya berbeda. Chaer (2007:302) menjelaskan bahwa homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama; maknanya tentu saja berbeda karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.



Daftar Rujukan

Alwasilah, Chaedar. 1983. Linguitik Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa.

Aminuddin. 1985. Semantik, Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung : Sinar Baru.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Faizah, Hasnah. 2010. Linguistik Umum. Pekanbaru : Cendikia Insani.

Keraf, Gorys. 1969. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Umum. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Pateda, Masnsoer. 1996. Semantik Leksikal. Jakarta :PT Aneka Cipta.

Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga.

Sartuni, Rasjid dkk. 1987. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : CV. Nina Dinamika.

Verhaar. 1992. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Gadjah Madah University Press.
  



5.6. AMBIGUITAS

          Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi juga kurang tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan polisemi. Polisemi juga bermakna ganda. Jadi, polisemi dan ambiguitas memang sama-sama bermakna ganda. Hanya kalau kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpamanya, frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru. Contoh lain, kalimat orang malas lewat di sana dapat ditafsirkan sebagai (1) jarang ada orang yang mau lewat di sana, atau (2) yang mau lewat di sana hanya orang-orang malas.

         Dalam bahasa lisan penafsiran ganda ini mungkin tidak akan terjadi karena struktur gramatikal itu dibantu oleh unsur intonasi. Tetapi di dalam bahasa tulis penafsiran ganda ini dapat saja terjadi jika penanda-penanda ejaan tidak lengkap diberikan. Barangkali kalau contoh buku sejarah baru dimaksudkan untuk makna atau penafsiran (1) makna sebaiknya ditulis buku sejarah baru, tetapi jika dimaksudkan makna atau penafsiran (2) maka sebaiknya ditulis buku-sejarah baru jadi, yang pertama antara kata buku dan sejarah diberi tanda hubung (-) sedangkan pada yang kedua tanda hubung itu diletakkan diantara kata sejarah dan kata baru. Namun, ambiguitas pada tingkat yang lebih tinggi dari kalimat seperti pada wacana (Ali bersahabat karib dengan Badu. Dia sangat mencintai istrinya) tidak dapat diartikan dengan upaya ejaan. Coba anda pikirkan siapa mencintai istri dalam wacana tersebut.

      Pembicaraan mengenai ambiguitas ini tampaknya sama dengan pembicaraan mengenai homonimi. Contoh kalimat istri lurah yang baru itu cantik pada pembicaraan tentang homonimi, juga dapat menjadi contoh dalam pembicaraan ambiguitas kalau begitu, apa bedanya ambiguitas dengan homonimi? Perbedaannya adalah homonimi dilihat sebagai dua bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna, yang berbeda, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan makna yang berbeda sebagai akibat dari perbedaannya penafsiran struktur gramatikal bentuk tersebut. Lagi pula ambiguitas hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat sedangkan homonimi dapat terjadi pada semua satuan grmatikal (morfem, kata, frase, dan kalimat).

         Chaer (2007:307) menjelaska bahwa ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis, unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya, bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan maknanya menjadi (1) buku sejarah itu baru terbit atau (2) buku itu memuat sejarah zaman baru. Kemungkinan makna (1) dan (2) itu terjadi karena kata baru yang ada dalam kontruksi itu, dapat di anggap menerangkan frasa buku sejarah, dapat juga di anggap hanya menerangkan kata sejarah. Kridalaksana (2008:13) menjelasakn bahwa ambiguitas adalah sifat kontruksi yang dapat diberi lebih dari satu tafsiran.


Daftar Rujukan

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Umum. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.



Sabtu, 16 Maret 2013

Medan Makna dan Kolokasi Makna

Medan makna adalah salah satu kajian utama dalam semantik. Medan makna merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Di dalam medan makna, suatu kata terbentuk oleh relasi makna kata tersebut dengan kata lain yang terdapat dalam medan makna itu. Sebuah medan makna, menurut Trier (1934), dapat diibaratkan sebagai mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan makna tersebut juga akan berubah (Trier, dalam Lehrer, 1974:16). Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut, untuk lebih jelasnya akan penulis bahas dalam penyampaian materi pada bab selanjutnya.
Kata-kata atau leksern-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tertentu yang maknanya saling berkaitan atau berdekatan karena sama-sarna berada dalam satu bidang kegiatan atau keilmuan. Umpamanya kata-kata menyalin menghapal, menyontek, belajar, ujian, tes, guru, murid, catatan dan buku dapat dikelompokkan menjadi satu karena semuanya berada dalam satu bidang kegiatan yaitu bidang pendidikan dan pengajaran. Tetapi di samping itu setiap kata atau leksem dapat juga dianalisis rnaknanya atas komponen-komponen makna tertentu sehingga akan tampak perbedaan dan persama makna antar kata yang satu dengan kata yang lain. Kedua masalah yang saling berkaitan ini akan dibicarakan berikut ini.

Medan Makna
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna (semantic field, semantic domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri semantik yang dimiliki kata-kata itu. Umpamanya, kata-kata kuning, merah, hijau, biru, dan ungu berada dalam satu kelompok, yaitu kelompok warna. Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau satu medan leksikal, yang dimaksud dengan medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga.
Kata-kata atau leksem-leksem yang mengelompokkan dalam satu medan makna, bedasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set. Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam pembicaraan tentang jenis makna ada juga istilah kolokasi, yaitu jenis makna kolokasi. Yang dimaksud di sini adalah makna kata tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata yang lain yang merupakan kolokasinya. Misalnya kata cantik, tampan, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata tampan memiliki komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata cantik memiliki komponen atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna [-manusia]. Oleh karena itulah, ada bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis cantik, lukisan indah, sedangkan bentuk pemuda indah dan gadis tampan tidak dapat diterima.
Kalau kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik karena sifatnya yang linear maka set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam satu set dapat saling menggantikan. Kelompok set menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set itu saling bisa disubstitusikan. Sekelompok kata yang merupakan satu set biasanya mempunyai kelas yang sama, dan tampaknya juga merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksikal dalam satu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanan dengan dewasa; sejuk adalah suhu diantara dingin dengan hangat.

puisi

SEMBILU MENUSUK QALBU
Puisi Arif Ilham

Aku disini terdiam kaku,
Tersentak tanpa kata,
Seakan dunia gelap oleh kabut malam,
Cahaya matahari pun hilang ditelannya,
Ku mencintai bukan membenci, namun,,

Ketika ku coba tuk memahami arti CINTA sebenarnya,
Kenapa hanya lirih luka yang ku dapat..?
Kini kucoba untuk merajut kembali kapas putih itu,
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan sebuah bambu yang teramat tajam,
Kau cabik-cabik seolah tak punya perasaan,,

Aku hanya bisa membisu melihatnya,
Seakan pasrah dengan semua yang kulihat,
Mungkin ini karna kumencintai,
Tapi bukan aku yang dicintai,
Semoga kau bahagia dengan lukaku ini,
Semoga kau tenang dengan penderitaan hatiku ini,
Sesungguhnya Tuhan melihat,
Mendengar dan merasakan apa yang ku rasa dia tak diam,
Tapi dia selalu mendengar doa ku,

Senin, 04 Maret 2013

kamut aQ

  • Orang yang tahu caranya meningkatkan kualitas hidup banyak orang, akan menjadi rahmat bagi sesamanya.
  • Yang kau lakukan menentukan yang kau hasilkan, dan yang kemudian menentukan nilai dan hargamu bagi orang lain.
  • Lebih baik berbahagia sendiri, daripada terhina dalam kebersamaan dengan orang yang hatinya tak pernah bersamaku.
  • Hidup kita terlalu penting untuk digunakan menua dalam kekhawatiran.
  • Segera atasilah masalahmu saat ia masih mudah, sebelum ia tumbuh menjadi terlalu besar bagi kemampuanmu.
  • Menunda tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah adalah perilaku yang mengijinkan masalah itu tumbuh lebih besar daripada kemampuanmu.
  • Tuhan tidak memberikan masalah yang lebih besar daripada kemampuanmu untuk menyelesaikannya.
  • Kedamaian dan kegembiraan adalah hadiah bagi penyegeraan dan kesungguhan kita untuk bersikap dan berlaku baik.
  • Satu jam yang digunakan untuk merasa khawatir, lebih melelahkan daripada satu jam untuk bekerja keras.
  • KUALITAS TINDAKAN MENENTUKAN KUALITAS HASIL, dan setiap tindakan PASTI menghasilkan.
  • Kebodohan yang berani akan mengalahkan kepandaian yang ragu-ragu.

Jumat, 01 Maret 2013

Biografi nel

Nama  : JUNELDA SAFFINA

Tempat lahir : Teluk Kuantan

Tanggal Lahir : 27 Juni 1992

Hoby : Playing Vollyball, Nyanyi, dan Nonton Tv

Pendidikan : SD N 006 Logas, SMP N 08 Jake,,SMK N 2 Teluk Kuantan,,sekarang aku Kuliah d UIR Fakultas Fkip Jurusan Bahasa Indonesia dan Sastra indonesia..

Cita- cita ku  ingin menjadi seorang guru yang profesional

aQ anak pertama dan terakhir,,,
nahh,, teman2 sekian dulu yea biografinya......heheheh