nelniess
nelnies
Jumat, 26 April 2013
Selasa, 02 April 2013
Semantik Bahasa Indonesia
HOMONIMI, HOMOFONI DAN
HOMOGRAFI
Aminuddin (1985:124) menjelaskan bahwa homonimi
adalah beberapa kata yang memiliki bentuk ujaran yang sama tetapi memilki makna
berbeda-beda. Selain homonimi juga terdapat hubungan kata yang di istilahkan
dengan homofoni dan homografi. Homofoni adalah dua kata yang memiliki makna dan
bentuk penulisan berbeda, tetapi bunyi ujarannya sama. Contoh homofoni adalah
kata sah dan syah, sarat dan syarat. Homografi adalah
hubungan antara kata-kata yang memiliki perbedaan makna, tetapi cara
penulisannya sama. Contoh homograf adalah tahu ‘makanan’ dengan tahu
‘paham’.
Kridalaksana (2008:85) dalam kamus linguistik menjelaskan
tentang homonimi, homofoni, dan homografi sebagai berikut:
a. Homonimi (homonymy)
Homonimi
adalah hubungan antara kata yang ditulis dan/atau dilafalkan dengan cara yang sama
dengan kata lain, tetapi yang tidak memiliki hubungan makna. Misalnya : keranjang
‘sebuah alat’ dengan ke ranjang ‘menuju
tempat tidur’.
b. Homofoni (homophony)
Homofoni
adalah hubungan antara kata-kata yang berbeda maknanya tetapi sama lafalnya.
Misalnya : antara tang ‘penjepit’ dan tank ‘ kendaraan berat;
tangki’.
c. Homografi (homography)
Homografi
adalah hubungan antara kata-kata yang berbeda tetapi sama tulisannya. Misalnya
: tahu ‘makanan’ dengan tahu ‘paham’.
Pateda (1996:211) menjelaskan bahwa homonimi adalah nama sama untuk
benda yang berlainan. Di samping istilah hominimi, adapula istilah homograf dan
homofon. Homograf berhubungan dengan ejaan, maksud nya ejaan sama tetapi
maknanya berbeda. Homofon berhubungan dengan bunyi bahasa, maksudnya lafalnya
sama tetapi maknanya berbeda.
Verhaar (1992:135) menjelaskan bahwa
istilah homonimi berasal dari kata yunani kuno onoma ‘ nama’ dan homos
‘sama’. Arti harfiahnya ‘nama sama untuk benda lain’. Selanjutnya Verhaar
membagi homonim atas beberapa jenis, yakni:
- Homonimi yang terjadi antarkalimat. Misalnya, “istri kolonel yang nakal itu cantik” (dengan parafrasa yang menjelaskan bahwa yang nakal itu kolonel), dan “istri kolonel yang nakal itu cantik” (dengan parafrasa bahwa yang nakal itu istri kolonel tadi).
- Homonimi yang terjadi antara frasa. Misalnya, “orang tua yang bermakna ayah dan ibu, dan orang tua yang bermakna orang yang sudah tua”.
- Homonimi yang terdapat pada antarkata. Misalnya, kata “barang yang bermakna benda yang diperdagangkan, dan barang yang sejumlah atau sebanyak”.
- Homonimi yang terdapat antarmorfem. Misalnya, bukunya (parafrasanya buku orang itu) dan bukunya (parafrasanya buku tertentu itu).
Parera (2004:81) menjelaskan bahwa homonimi ialah dua ujaran dalam
bentuk kata yang sama lafalnya atau sama ejaan atau tulisannya. Dengan
demikian, bentuk homonimi dapat dibedakan berdasarkan lafalnya dan berdasarkan
tulisannya. Dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya, tetapi berlainan
tulisannya disebut homofon. Dua bentuk bahasa yang sama ejaannya, tetapi
berbeda lafalnya disebut homograf.
Faizah (2010:73) menjelaskan bahwa
homonimi yaitu relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan
sama tetapi maknanya berbeda. Keraf (1969:129) menjelaskan bahwa homonim yaitu
kata-kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi artinya berbeda. Alwasilah
(1983:150) menjelaskan bahwa homonimi adalah beberapa kata yang diucapkan
persis sama tapi artinya berbeda. Sartuni (1987:40) menjelaskan bahwa homonim
ialah bentuk dan ucapannya sama sedangkan maknanya berbeda. Chaer (2007:302)
menjelaskan bahwa homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang
bentuknya kebetulan sama; maknanya tentu saja berbeda karena masing-masing
merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Daftar Rujukan
Alwasilah, Chaedar. 1983. Linguitik Suatu Pengantar. Bandung
: Angkasa.
Aminuddin. 1985. Semantik, Pengantar Studi Tentang Makna.
Bandung : Sinar Baru.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka.
Faizah, Hasnah. 2010. Linguistik Umum. Pekanbaru : Cendikia
Insani.
Keraf, Gorys. 1969. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa
Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Umum.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Masnsoer. 1996. Semantik Leksikal. Jakarta :PT Aneka
Cipta.
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. Jakarta :
Erlangga.
Sartuni, Rasjid dkk. 1987. Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta : CV. Nina Dinamika.
Verhaar. 1992. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Gadjah
Madah University Press.
5.6.
AMBIGUITAS
Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang
bermakna ganda atau mendua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi juga kurang
tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan polisemi. Polisemi juga bermakna
ganda. Jadi, polisemi dan ambiguitas memang sama-sama bermakna ganda. Hanya
kalau kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan
makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu
frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal
yang berbeda. Umpamanya, frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan
sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman
baru. Contoh lain, kalimat orang malas lewat di sana dapat ditafsirkan
sebagai (1) jarang ada orang yang mau lewat di sana, atau (2) yang mau lewat di
sana hanya orang-orang malas.
Dalam
bahasa lisan penafsiran ganda ini mungkin tidak akan terjadi karena struktur
gramatikal itu dibantu oleh unsur intonasi. Tetapi di dalam bahasa tulis
penafsiran ganda ini dapat saja terjadi jika penanda-penanda ejaan tidak
lengkap diberikan. Barangkali kalau contoh buku sejarah baru dimaksudkan untuk
makna atau penafsiran (1) makna sebaiknya ditulis buku sejarah baru, tetapi
jika dimaksudkan makna atau penafsiran (2) maka sebaiknya ditulis buku-sejarah
baru jadi, yang pertama antara kata buku dan sejarah diberi tanda hubung
(-) sedangkan pada yang kedua tanda hubung itu diletakkan diantara kata sejarah
dan kata baru. Namun, ambiguitas pada tingkat yang lebih tinggi dari kalimat seperti
pada wacana (Ali bersahabat karib dengan Badu. Dia sangat mencintai istrinya)
tidak dapat diartikan dengan upaya ejaan. Coba anda pikirkan siapa mencintai
istri dalam wacana tersebut.
Pembicaraan
mengenai ambiguitas ini tampaknya sama dengan pembicaraan mengenai homonimi.
Contoh kalimat istri lurah yang baru itu cantik pada pembicaraan tentang
homonimi, juga dapat menjadi contoh dalam pembicaraan ambiguitas kalau begitu,
apa bedanya ambiguitas dengan homonimi? Perbedaannya adalah homonimi dilihat sebagai
dua bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna, yang berbeda, sedangkan
ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan makna yang berbeda sebagai akibat dari
perbedaannya penafsiran struktur gramatikal bentuk tersebut. Lagi pula
ambiguitas hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat sedangkan homonimi dapat
terjadi pada semua satuan grmatikal (morfem, kata, frase, dan kalimat).
Chaer (2007:307) menjelaska bahwa ambiguiti atau ketaksaan
adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang
berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi pada bahasa
tulis, karena dalam bahasa tulis, unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan
dengan akurat. Misalnya, bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan maknanya
menjadi (1) buku sejarah itu baru terbit atau (2) buku itu memuat sejarah zaman
baru. Kemungkinan makna (1) dan (2) itu terjadi karena kata baru yang
ada dalam kontruksi itu, dapat di anggap menerangkan frasa buku sejarah, dapat
juga di anggap hanya menerangkan kata sejarah. Kridalaksana (2008:13)
menjelasakn bahwa ambiguitas adalah sifat kontruksi yang dapat diberi lebih
dari satu tafsiran.
Daftar Rujukan
Chaer, Abdul.
2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Umum.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sabtu, 16 Maret 2013
Medan Makna dan Kolokasi Makna
Medan
makna adalah salah satu kajian utama dalam semantik. Medan makna
merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian
dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang
direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Di dalam medan makna, suatu kata terbentuk oleh relasi
makna kata tersebut dengan kata lain yang terdapat dalam medan makna
itu. Sebuah medan makna, menurut Trier (1934), dapat diibaratkan sebagai
mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan
makna tersebut juga akan berubah (Trier, dalam Lehrer, 1974:16). Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker)
mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu
atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna
unsur leksikal tersebut, untuk lebih jelasnya akan penulis bahas dalam
penyampaian materi pada bab selanjutnya.
Kata-kata atau leksern-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan
dalam kelompok-kelompok tertentu yang maknanya saling berkaitan atau
berdekatan karena sama-sarna berada dalam satu bidang kegiatan atau
keilmuan. Umpamanya kata-kata menyalin menghapal, menyontek, belajar, ujian, tes, guru, murid, catatan dan buku
dapat dikelompokkan menjadi satu karena semuanya berada dalam satu
bidang kegiatan yaitu bidang pendidikan dan pengajaran. Tetapi di
samping itu setiap kata atau leksem dapat juga dianalisis rnaknanya atas
komponen-komponen makna tertentu sehingga akan tampak perbedaan dan
persama makna antar kata yang satu dengan kata yang lain. Kedua masalah
yang saling berkaitan ini akan dibicarakan berikut ini.
Medan Makna
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna (semantic field, semantic domain)
adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian
dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan
yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat
dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri
semantik yang dimiliki kata-kata itu. Umpamanya, kata-kata kuning,
merah, hijau, biru, dan ungu berada dalam satu kelompok, yaitu kelompok
warna. Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata-kata
yang berada dalam satu medan makna atau satu medan leksikal, yang
dimaksud dengan medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan
leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau
realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna,
nama-nama perabot rumah tangga.
Kata-kata
atau leksem-leksem yang mengelompokkan dalam satu medan makna,
bedasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok
medan kolokasi dan medan set. Kolokasi menunjuk pada hubungan
sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal
itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh
itu memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari
pihak lawan yang ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola
tersebut sehingga wasit menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper
merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu tempat atau lingkungan.
Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama
dalam satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam
pembicaraan tentang jenis makna ada juga istilah kolokasi, yaitu jenis
makna kolokasi. Yang dimaksud di sini adalah makna kata tertentu
berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata yang lain yang
merupakan kolokasinya. Misalnya kata cantik, tampan, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata tampan memiliki komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata cantik memiliki komponen atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah
memiliki komponen atau ciri makna [-manusia]. Oleh karena itulah, ada
bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis cantik, lukisan indah, sedangkan
bentuk pemuda indah dan gadis tampan tidak dapat diterima.
Kalau
kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik karena sifatnya yang linear
maka set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau
unsur-unsur yang berada dalam satu set dapat saling menggantikan.
Kelompok set menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang
berada dalam satu kelompok set itu saling bisa disubstitusikan.
Sekelompok kata yang merupakan satu set biasanya mempunyai kelas yang
sama, dan tampaknya juga merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksikal
dalam satu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan
anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanan dengan dewasa; sejuk adalah suhu diantara dingin dengan hangat.
puisi
SEMBILU MENUSUK QALBU
Puisi Arif Ilham
Aku disini terdiam kaku,
Tersentak tanpa kata,
Seakan dunia gelap oleh kabut malam,
Cahaya matahari pun hilang ditelannya,
Ku mencintai bukan membenci, namun,,
Ketika ku coba tuk memahami arti CINTA sebenarnya,
Kenapa hanya lirih luka yang ku dapat..?
Kini kucoba untuk merajut kembali kapas putih itu,
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan sebuah bambu yang teramat tajam,
Kau cabik-cabik seolah tak punya perasaan,,
Aku hanya bisa membisu melihatnya,
Seakan pasrah dengan semua yang kulihat,
Mungkin ini karna kumencintai,
Tapi bukan aku yang dicintai,
Semoga kau bahagia dengan lukaku ini,
Semoga kau tenang dengan penderitaan hatiku ini,
Sesungguhnya Tuhan melihat,
Mendengar dan merasakan apa yang ku rasa dia tak diam,
Tapi dia selalu mendengar doa ku,
Puisi Arif Ilham
Aku disini terdiam kaku,
Tersentak tanpa kata,
Seakan dunia gelap oleh kabut malam,
Cahaya matahari pun hilang ditelannya,
Ku mencintai bukan membenci, namun,,
Ketika ku coba tuk memahami arti CINTA sebenarnya,
Kenapa hanya lirih luka yang ku dapat..?
Kini kucoba untuk merajut kembali kapas putih itu,
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan sebuah bambu yang teramat tajam,
Kau cabik-cabik seolah tak punya perasaan,,
Aku hanya bisa membisu melihatnya,
Seakan pasrah dengan semua yang kulihat,
Mungkin ini karna kumencintai,
Tapi bukan aku yang dicintai,
Semoga kau bahagia dengan lukaku ini,
Semoga kau tenang dengan penderitaan hatiku ini,
Sesungguhnya Tuhan melihat,
Mendengar dan merasakan apa yang ku rasa dia tak diam,
Tapi dia selalu mendengar doa ku,
Senin, 04 Maret 2013
kamut aQ
- Orang yang tahu caranya meningkatkan kualitas hidup banyak orang, akan menjadi rahmat bagi sesamanya.
- Yang kau lakukan menentukan yang kau hasilkan, dan yang kemudian menentukan nilai dan hargamu bagi orang lain.
- Lebih baik berbahagia sendiri, daripada terhina dalam kebersamaan dengan orang yang hatinya tak pernah bersamaku.
- Hidup kita terlalu penting untuk digunakan menua dalam kekhawatiran.
- Segera atasilah masalahmu saat ia masih mudah, sebelum ia tumbuh menjadi terlalu besar bagi kemampuanmu.
- Menunda tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah adalah perilaku yang mengijinkan masalah itu tumbuh lebih besar daripada kemampuanmu.
- Tuhan tidak memberikan masalah yang lebih besar daripada kemampuanmu untuk menyelesaikannya.
- Kedamaian dan kegembiraan adalah hadiah bagi penyegeraan dan kesungguhan kita untuk bersikap dan berlaku baik.
- Satu jam yang digunakan untuk merasa khawatir, lebih melelahkan daripada satu jam untuk bekerja keras.
- KUALITAS TINDAKAN MENENTUKAN KUALITAS HASIL, dan setiap tindakan PASTI menghasilkan.
- Kebodohan yang berani akan mengalahkan kepandaian yang ragu-ragu.
Jumat, 01 Maret 2013
Biografi nel
Nama : JUNELDA SAFFINA
Tempat lahir : Teluk Kuantan
Tanggal Lahir : 27 Juni 1992
Hoby : Playing Vollyball, Nyanyi, dan Nonton Tv
Pendidikan : SD N 006 Logas, SMP N 08 Jake,,SMK N 2 Teluk Kuantan,,sekarang aku Kuliah d UIR Fakultas Fkip Jurusan Bahasa Indonesia dan Sastra indonesia..
Cita- cita ku ingin menjadi seorang guru yang profesional
aQ anak pertama dan terakhir,,,
nahh,, teman2 sekian dulu yea biografinya......heheheh
Langganan:
Postingan (Atom)